/*========================*/ /*========================*/
contoh sub menu1 Contoh Sub Menu2 Contoh Sub Menu3
Contoh Sub Menu1 Contoh Sub Menu2 Contoh Sub Menu3

Selasa, 01 April 2014

ketika menghadapi ujuan

Berhubung sekarang lagi rame-ramenya kegiatan Ujian Nasional (UN), maka aku ingin sedikit bercerita tentang pengalamanku mengikuti Ujian Nasional (UN) tahun 2011 lalu. Waktu itu namanya Ujian Akhir Nasional (UAN). Entahlah, bagiku UN atau UAN itu intinya juga sama saja. Mungkin sebagian besar teman-teman memiliki harapan yang besar pada Ujian Nasional. Bisa lulus dan mendapat nilai bagus tentu menjadi keinginan setiap siswa. Namun agak berbeda denganku waktu itu. Keinginan untuk mendapat nilai bagus tentu ada. Namun, rasanya kurang greget. Saat itu diriku menjadi anggota kelas di jurusan IPA. Tapi ternyata jurusan ini sangat berbeda dengan passionku. Dari 4 pelajaran ‘khas IPA’, yaitu Fisika, Kimia, Matematika, Biologi, ternyata tidak satupun yang bisa aku kuasai dengan baik. Hal ini aku sadari saat peringkatku dikelas turun drastis dari sebelum penjurusan rangking 1 dan 3, setelah penjurusan menjadi ranking 20 an dari 45 siswa dikelas. Ternyata yang mendongkrak nilaiku sebelum penjurusan itu adalah nilai-nilai IPS dan pelajaran Umum seperti PKN, English, dan terutama TIK. Ah, terlalu panjang kalau aku cerita tentang kisahku di jurusan IPA itu. Kembali ke pengalaman saat UAN. Waktu itu seperti sekolah-sekolah lainnya menjelang UAN, kami juga mengadakan istighosah bersama dan saling minta maaf ke sesama teman hingga seluruh guru. Bahkan teman-teman ada yang meminta doa restu (sowan) hingga ke guru SD dan SMP (waktu itu aku hanya sempat sowan ke guru SD). Saat-saat seperti ini cukup mengharukan bagi kami, mengingat setelah ini kami akan berpisah dan mengambil jalan hidup masing-masing… hiks…

tentang meroko dalam islam

Muqaddimah Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus ad Dary Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Agama adalah nasihat”, Kami berkata: “Untuk Siapa ya Rasulullah?” Beliau bersabda: Untuk Allah, untuk KitabNya, untuk RasulNya, untuk para imam kaum muslimin, dan orang-orang umum dari mereka.” (HR. Muslim. Lihat Imam an Nawawi, Riyadhus Shalihin, Bab Fi An Nashihah, hal. 72, hadits no. 181. Maktabatul Iman, Manshurah,Tanpa tahun. lihat Juga Arbain an Nawawiyah, hadits no. 7, Lihat juga Imam Ibnu Hajar al Asqalany, Bulughul Maram, Bab At targhib fi Makarimil Akhlaq, hal. 287, hadits. No. 1339. Darul Kutub al Islamiyah. 1425H/2004M) Inilah nasihatku untuk diriku sendiri, dan saudaraku kaum muslimin, juga para da’i, atau imam mesjid, yang masih terbelenggu dengan candu rokok ….. untuk mereka yang mencari ketenangan dengan merokok, padahal seorang mu’min mencari ketenangan melalui dzikir dan shalat … untuk mereka yang tengah mencari kejelasan dan kebenaran …. Untuk merekalah risalah ini dipersembahkan … Rokok, siapa yang tidak kenal dengan benda satu ini. Ia telah menyatu dalam kehidupan sebagian manusia. Baik orang awam, atau kaum intelek, miskin atau kaya, pedesaan atau kota , pria bahkan wanita, priyai atau kiayi. Kehidupan mereka seperti dikendalikan oleh rokok. Mereka sanggup untuk tidak makan berjam-jam, tetapi ‘pusing’ jika berjam-jam tidak merokok. Mengaku tidak ada uang untuk bayar sekolah, tetapi koq selalu ada uang untuk membeli rokok. Sungguh mengherankan! Tulisan ini diturunkan dalam rangka menyelamatkan umat manusia, khususnya umat Islam, dari bahaya rokok, serta bahaya para propagandis (pembela)nya dengan ketidakpahaman mereka tentang nash-nash syar’i (teks-teks agama) dan qawaidusy syar’iyyah (kaidah-kaidah syariat). Atau karena hawa nafsu, mereka memutuskan hukum agama karena perasaan dan kebiasaannya sendiri, bukan karena dalil-dalil Al Qur’an dan As Sunnah, serta aqwal (pandangan) para ulama Ahlus Sunnah yang mu’tabar (yang bisa dijadikan rujukan). Lantaran mereka, umat terus terombang ambing dalam kebiasaan yang salah ini, dan meneladani perilaku yang salah, lantaran menemukan sebagian para da’i hobi dengan rokok. Padahal para da’i adalah pelita, lalu, bagaimana jika pelita itu tidak mampu menerangi dirinya sendiri? Wallahul Musta’an! Mereka beralasan ‘tidak saya temukan dalam Al Qur’an dan Al Hadits yang mengharamkan rokok.’ Sungguh, ini adalah perkataan yang mengandung racun berbahaya bagi orang awam, sekaligus menunjukkan keawaman pengucapnya, atau kemalasannya untuk menelusuri dalil. Sebab banyak hal yang diharamkan dalam Islam tanpa harus tertera secara manthuq (tekstual/jelas tertulis) dalam Al Qur’an dan As Sunnah. Kata-kata ‘rokok’ jelas tidak ada dalam Al Qur’an dan As Sunnah secara tekstual, sebab bukan bahasa Arab, nampaknya anak kecil juga tahu itu. Nampaknya, orang yang mengucapkan ini tidak paham fiqih, bahwa keharaman dalam Al Qur’an bisa secara lafaz (teks tegas mengharamkan) atau keharaman karena makna/pengertian/maksud. Nah, secara lafaz memang tidak ada tentang haramnya rokok, tetapi secara makna/pengertian/maksud, jelas sangat banyak dalilnya. Orang yang mengucapkan kalimat seperti ini ada beberapa kemungkinan, pertama, ia benar-benar tidak tahu alias awam dengan urusan syariat, jika demikian maka ucapan “tidak saya temukan …dst” itu bisa dimaklumi. Kedua, ia telah mengetahui adanya ayat atau hadits yang secara makna mengharamkan apa pun yang dapat merusak diri sendiri dan orang lain termasuk rokok, tetapi ia memahaminya sesuai selera dan hawa nafsunya sendiri, tidak merujuk kepada pandangan para Imam dan Ulama yang mendalam. Ketiga, ia sudah mengetahui dalilnya tetapi ia sembunyikan dari umat, atau ia pura-pura tidak tahu, maka ini adalah sikap dusta dan kitmanul haq (menyembunyikan kebenaran) yang dikecam dalam agama.